Sejarah mencatat bahwa Nippon Kogaku (Nikon) pertama mulai
memproduksi lensa untuk kamera rangefinder Kwanon (Canon) sebelum membuat
jajaran lensa mereka sendiri, yang diberi nama Nikkor.
Nippon Kogaku sebagai salah satu pihak yang menerima rancang
bangun lensa Zeiss 50mm f/2 Sonnar1 lalu pada tahun 1948 membuat
jiplakan lensa tersebut dan diproduksi sebagai Nikkor 50mm f/2HC. Lensa ini
menggunakan formula Sonnar tradisional dengan konfigurasi 6 elements dalam 3
grup. Lensa ini sudah diberi single coating1. Lensa ini dibuat dalam
mounting Nikon S (untuk kamera rangefinder Nikon), dan Leica Thread Mount.
Kemudian pada tahun
1950 Nippon Kogaku membuat lensa Nikkor 50mm f/1.5 yang merupakan jiplakan dari
Zeiss 50mm f/1.5 Sonnar. Lensa ini menggunakan formula Sonnar tradisional
dengan konfigurasi 7 elements dalam 3 grup, juga diberi single coating1.
Lensa ini dibuat dalam mounting Nikon S (untuk kamera rangefinder Nikon), dan
Leica Thread Mount.
LIFE MAGAZINE
Reporter Life Magazine pada masa itu, David Duncan Douglas2
dan Horace Bristol yang bertugas di Jepang sangat terkesan dengan ketajaman
lensa Nikkor tersebut.
Sesudah pertemuan dengan Dr. Masao Nagaoka, presdir Nippon Kogaku, akhirnya mereka memutuskan untuk mengganti lensa yang mereka pakai saat itu dengan Nikkor. David mengganti lensa Leica pada kamera Leica IIIc dia dengan lensa Nikkor LTM, dan Horace mengganti lensa Zeiss pada kamera Contax dia dengan lensa Nikkor Contax-RF mount.
Potret David Duncan Douglas oleh Jun Miki (Nikkor 85mm f/2 Sonnar LTM) |
Sesudah pertemuan dengan Dr. Masao Nagaoka, presdir Nippon Kogaku, akhirnya mereka memutuskan untuk mengganti lensa yang mereka pakai saat itu dengan Nikkor. David mengganti lensa Leica pada kamera Leica IIIc dia dengan lensa Nikkor LTM, dan Horace mengganti lensa Zeiss pada kamera Contax dia dengan lensa Nikkor Contax-RF mount.
David Duncan Douglas |
PERANG KOREA
Segera sesudahnya, Perang Korea pecah pada tanggal 25 Juni
1950 (sampai 27 Juli 1953) dan reporter tersebut dikirim ke lokasi perang.
Hasil liputan pertama David adalah “The First Five Days” merupakan reportase
jurnalisme yang spektakuler, dan semua foto reportase dibuat dengan lensa
Nikkor. Perlahan tapi pasti, reporter-reporter lain mulai beralih ke lensa
Nikkor, dan kamera rangefinder Nikkor. Sebabnya adalah lensa Nikkor memberikan
derajat kontras yang lebih bagus dibanding lensa Jerman yang mereka pakai
sebelumnya. Hal ini sangat menguntungkan karena foto yang dicetak pada kertas koran
terlihat lebih tajam dan hidup.
Leica III milik David dengan lensa Nikkor 50mm f/1.5 |
Salah satu edisi majalah Popular Photography pada tahun 1951
juga memuat artikel 10 halaman mengenai reportase David Duncan Douglas dan ulasan
lensa Nikkor yang dia pakai untuk meliput Perang Korea. Reporter New York Times
pada saat itu juga memberikan komentar yang mengunggulkan lensa Nikkor
dibandingkan lensa Zeiss.
Zeiss pada masa pasca Perang Dunia ke-2 sedang berada dalam
masa sulit. Zeiss terpecah menjadi dua perusahaan independen yaitu Zeiss Opton
(kota Oberkochen, Jerman Barat), dan Zeiss Jena (kota Jena, Jerman Timur).
Dalam masa pasca Perang Dunia ke-2 sampai tahun 1951 adalah saat dimana Zeiss
banyak mengalami kesulitan dalam hal Quality Control. Salah satu penyebab
adalah banyak sekali perangkat kerja di pabrik lama dan tenaga kerja ahli
mereka yang dibawa paksa ke Rusia.
Sedangkan Nippon Kogaku pada masa itu tidak menggunakan
system random Quality Check pada produksi lensa mereka, namun melakukan QC
individual. Pada setiap lensa dilakukan kolimasi dan penyetelan akhir dengan
ketebalan shim yang tepat. Hal ini dibuktikan oleh David Duncan Douglas yang
mengunjungi pabrik Nippon Kogaku dimana dia mengambil lensa secara acak dari
stok yang ada dan ternyata semuanya memiliki performa yang seragam.
Zeiss dengan keras membantah hasil evaluasi reporter Life
Magazine tersebut dan menyebut hasil evaluasi mereka tidak objektif dan berat
sebelah. Namun sudah terlambat, momentum ini menjadi kebangkitan industry optic
Jepang yang sebelumnya dianggap sebagai jiplakan murah dari rancangan produk
Jerman. Dalam sekejap produk lensa Jepang disejajarkan dengan produk terbaik
dari Jerman.
Harga pasaran lensa Nikkor 50mm f/1.5SC saat ini berkisar Rp
32.000.000, untuk kondisi bagus. Lensa ini terhitung langka karena hanya dibuat
dalam jumlah beberapa ratus unit.
Lensa lain yang dibawa oleh David Duncan Douglas ke medan perang adalah Nikkor 85mm f/2 Sonnar LTM. Lensa ini menggunakan rancang optik yang sama dengan Zeiss Opton 85mm f/2 Sonnar (Contax RF-mount).
Pada tahun 1951, Nippon Kogaku menyempurnakan lensa tersebut menjadi 50mm f/1.4SC. Rancangan lensa ini dioptimalkan untuk focus jarak dekat, sekitar 2-5 mtr, dan penggunaan pada aperture wide open. Lensa ini juga dibuat dalam mounting Nikon-S, dan Leica Thread Mount. Lensa ini dibuat dari bahan kuningan yang disepuh chrome sehingga bobotnya berat meskipun ukuran tidak seberapa besar.
Pada tahun 1951, Nippon Kogaku menyempurnakan lensa tersebut menjadi 50mm f/1.4SC. Rancangan lensa ini dioptimalkan untuk focus jarak dekat, sekitar 2-5 mtr, dan penggunaan pada aperture wide open. Lensa ini juga dibuat dalam mounting Nikon-S, dan Leica Thread Mount. Lensa ini dibuat dari bahan kuningan yang disepuh chrome sehingga bobotnya berat meskipun ukuran tidak seberapa besar.
Sampai sekarang lensa Nikkor 50mm f/1.4SC ini dianggap
sebagai salah satu lensa klasik legendaris, khususnya untuk foto human interest.
Sifat lensa Sonnar klasik ini memberikan impresi soft & sharp pada saat
bersamaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata, terutama bila digunakan pada
aperture f/1.4 – f/2. Kelemahan lensa ini adalah kurang cocok bila digunakan
untuk focus jarak jauh dan pada aperture kecil diatas f/8. Lensa ini juga tidak
cocok digunakan untuk fotografi arsitektur karena adanya lengkungan dalam field
of focus.
Catatan:
1.
Baca artikel sebelumnya tentang “Lensa Sonnar”, mengenai
asal-muasal teknologi coating lensa Nikkor dan Canon.
2.
Baca mengenai David Duncan Douglas di: http://en.wikipedia.org/wiki/David_Douglas_Duncan
Update: 11 Maret 2013.