Minggu, 24 Februari 2013

Perang Korea, Life Magazine, dan Kebangkitan Nippon Kogaku


Sejarah mencatat bahwa Nippon Kogaku (Nikon) pertama mulai memproduksi lensa untuk kamera rangefinder Kwanon (Canon) sebelum membuat jajaran lensa mereka sendiri, yang diberi nama Nikkor.


Nippon Kogaku sebagai salah satu pihak yang menerima rancang bangun lensa Zeiss 50mm f/2 Sonnar1 lalu pada tahun 1948 membuat jiplakan lensa tersebut dan diproduksi sebagai Nikkor 50mm f/2HC. Lensa ini menggunakan formula Sonnar tradisional dengan konfigurasi 6 elements dalam 3 grup. Lensa ini sudah diberi single coating1. Lensa ini dibuat dalam mounting Nikon S (untuk kamera rangefinder Nikon), dan Leica Thread Mount.

Kemudian  pada tahun 1950 Nippon Kogaku membuat lensa Nikkor 50mm f/1.5 yang merupakan jiplakan dari Zeiss 50mm f/1.5 Sonnar. Lensa ini menggunakan formula Sonnar tradisional dengan konfigurasi 7 elements dalam 3 grup, juga diberi single coating1. Lensa ini dibuat dalam mounting Nikon S (untuk kamera rangefinder Nikon), dan Leica Thread Mount.


LIFE MAGAZINE

Reporter Life Magazine pada masa itu, David Duncan Douglas2 dan Horace Bristol yang bertugas di Jepang sangat terkesan dengan ketajaman lensa Nikkor tersebut. 

Potret David Duncan Douglas oleh Jun Miki (Nikkor 85mm f/2 Sonnar LTM)

Sesudah pertemuan dengan Dr. Masao Nagaoka, presdir Nippon Kogaku, akhirnya mereka memutuskan untuk mengganti lensa yang mereka pakai saat itu dengan Nikkor. David mengganti lensa Leica pada kamera Leica IIIc dia dengan lensa Nikkor LTM, dan Horace mengganti lensa Zeiss pada kamera Contax dia dengan lensa Nikkor Contax-RF mount.


David Duncan Douglas



PERANG KOREA

Segera sesudahnya, Perang Korea pecah pada tanggal 25 Juni 1950 (sampai 27 Juli 1953) dan reporter tersebut dikirim ke lokasi perang. Hasil liputan pertama David adalah “The First Five Days” merupakan reportase jurnalisme yang spektakuler, dan semua foto reportase dibuat dengan lensa Nikkor. Perlahan tapi pasti, reporter-reporter lain mulai beralih ke lensa Nikkor, dan kamera rangefinder Nikkor. Sebabnya adalah lensa Nikkor memberikan derajat kontras yang lebih bagus dibanding lensa Jerman yang mereka pakai sebelumnya. Hal ini sangat menguntungkan karena foto yang dicetak pada kertas koran terlihat lebih tajam dan hidup.


Leica III milik David dengan lensa Nikkor 50mm f/1.5


Salah satu edisi majalah Popular Photography pada tahun 1951 juga memuat artikel 10 halaman mengenai reportase David Duncan Douglas dan ulasan lensa Nikkor yang dia pakai untuk meliput Perang Korea. Reporter New York Times pada saat itu juga memberikan komentar yang mengunggulkan lensa Nikkor dibandingkan lensa Zeiss.

Zeiss pada masa pasca Perang Dunia ke-2 sedang berada dalam masa sulit. Zeiss terpecah menjadi dua perusahaan independen yaitu Zeiss Opton (kota Oberkochen, Jerman Barat), dan Zeiss Jena (kota Jena, Jerman Timur). Dalam masa pasca Perang Dunia ke-2 sampai tahun 1951 adalah saat dimana Zeiss banyak mengalami kesulitan dalam hal Quality Control. Salah satu penyebab adalah banyak sekali perangkat kerja di pabrik lama dan tenaga kerja ahli mereka yang dibawa paksa ke Rusia.

Sedangkan Nippon Kogaku pada masa itu tidak menggunakan system random Quality Check pada produksi lensa mereka, namun melakukan QC individual. Pada setiap lensa dilakukan kolimasi dan penyetelan akhir dengan ketebalan shim yang tepat. Hal ini dibuktikan oleh David Duncan Douglas yang mengunjungi pabrik Nippon Kogaku dimana dia mengambil lensa secara acak dari stok yang ada dan ternyata semuanya memiliki performa yang seragam.

Zeiss dengan keras membantah hasil evaluasi reporter Life Magazine tersebut dan menyebut hasil evaluasi mereka tidak objektif dan berat sebelah. Namun sudah terlambat, momentum ini menjadi kebangkitan industry optic Jepang yang sebelumnya dianggap sebagai jiplakan murah dari rancangan produk Jerman. Dalam sekejap produk lensa Jepang disejajarkan dengan produk terbaik dari Jerman.

Harga pasaran lensa Nikkor 50mm f/1.5SC saat ini berkisar Rp 32.000.000, untuk kondisi bagus. Lensa ini terhitung langka karena hanya dibuat dalam jumlah beberapa ratus unit.

Lensa lain yang dibawa oleh David Duncan Douglas ke medan perang adalah Nikkor 85mm f/2 Sonnar LTM. Lensa ini menggunakan rancang optik yang sama dengan Zeiss Opton 85mm f/2 Sonnar (Contax RF-mount).

Pada tahun 1951, Nippon Kogaku menyempurnakan lensa tersebut menjadi 50mm f/1.4SC. Rancangan lensa ini dioptimalkan untuk focus jarak dekat, sekitar 2-5 mtr, dan penggunaan pada aperture wide open. Lensa ini juga dibuat dalam mounting Nikon-S, dan Leica Thread Mount. Lensa ini dibuat dari bahan kuningan yang disepuh chrome sehingga bobotnya berat meskipun ukuran tidak seberapa besar.



Sampai sekarang lensa Nikkor 50mm f/1.4SC ini dianggap sebagai salah satu lensa klasik legendaris, khususnya untuk foto human interest. Sifat lensa Sonnar klasik ini memberikan impresi soft & sharp pada saat bersamaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata, terutama bila digunakan pada aperture f/1.4 – f/2. Kelemahan lensa ini adalah kurang cocok bila digunakan untuk focus jarak jauh dan pada aperture kecil diatas f/8. Lensa ini juga tidak cocok digunakan untuk fotografi arsitektur karena adanya lengkungan dalam field of focus.

Catatan:
1.       Baca artikel sebelumnya tentang “Lensa Sonnar”, mengenai asal-muasal teknologi coating lensa Nikkor dan Canon.
2.       Baca mengenai David Duncan Douglas di: http://en.wikipedia.org/wiki/David_Douglas_Duncan

Update: 11 Maret 2013.

Jumat, 08 Februari 2013

Leica CL & Summicron 40mm

Babak 1: Wetzlar, Jerman, 1971.

Awal 1970an merupakan masa yang kelam bagi Leitz. Pada masa tersebut kamera rangefinder sudah ditinggalkan oleh konsumen yang lebih memilih kamera SLR. Produsen Jepang sendiri pada periode paruh kedua  dasawarsa 1960an sudah berbondong-bondong meninggalkan produk rangefinder mereka dan beralih ke SLR.

Dalam situasi yang prihatin ini Leitz memutuskan untuk meluncurkan 2 produk dalam waktu berdekatan. Produk pertama merupakan produk yang boleh dibilang gagal, dan produk kedua merupakan produk yang dikategorikan cemerlang, sangking cemerlang menjadi dilema bagi Leitz.




Produk pertama, Leica M5, diluncurkan pada tahun 1971. M5 memiliki styling yang sedikit berbeda dengan M4 pendahulunya. Konsumen pada umumnya sangat tidak antusias dengan Leica M5, dan segera sesudahnya M5 menjadi tipe Leica yang terlupakan.

Produk kedua, Leica CL, diluncurkan pada tahun 1973. Leica CL merupakan hasil kerjasama Leitz dengan Minolta. Leitz melisensikan design lensa Summicron 35mm beserta formula kaca optic kepada Minolta. Minolta memproduksi bodi kamera Leica CL dan lensa 40mm f/2 di Jepang, lalu dikirim ke Leitz untuk Quality Control. Harga Leica CL sengaja dipasang lebih murah dari Leica M4 atau M5 supaya menarik.


Minolta CL dengan Leica Summicron 40mm


Penjualan Leica CL meledak dan tercatat perbandingan penjualan 4 unit Leica CL untuk setiap 1 unit Leica M4. Namun kesuksesan ini tidak berlangsung lama karena Leitz memutuskan untuk menghentikan produksi Leica CL pada tahun 1976. Sebabnya tidak jelas, banyak pihak yang menyimpulkan bahwa Leitz takut Leica CL akan meng-kanibal produk mereka sendiri yaitu M4 dan M5.


Rancang Bangun Optik

Lensa 40mm f/2 yang dipasang pada Leica CL adalah jenis Summicron. Rancang bangun optik lensa 40mm ini dipercaya merupakan turunan dari Summicron 35mm versi 2 atau 3 dengan konfigurasi 6 elements 4 group, pola modified symmetrical Double Gauss.

Lensa yang dikirim Minolta ke Leitz menggunakan marking Leitz Summicron 40mm, sedangkan lensa sama yang dijual khusus untuk pasar Jepang menggunakan marking Minolta M-Rokkor 40mm. Semua lensa 40mm tahap pertama ini menggunakan Single Coating. Kedua lensa ini dibuat dalam mounting Leica M.



Voigtlander 40mm f/1.4 (kiri) & Minolta M-Rokkor 40mm f/2 (kanan)


Lensa 40mm ini menggunakan bahan kaca optik tipe LaFN2 yang dikembangkan oleh Leitz pada tahun 1969. LaFN2 adalah tipe bahan kaca optik dengan penambahan materi Lanthanum Oxide dan memiliki refractive index 1.7479, lebih tinggi dari bahan kaca optik tipe LaK9 (Leitz, 1953, Lanthanum Oxide) yang memiliki refractive index 1.694. Summicron 35mm versi 2 dan 3 juga menggunakan bahan kaca optik LaFN2.

Lanthanum Oxide sendiri merupakan materi yang bersifat radioaktif lemah dan memancarkan gelombang radioaktif Alpha meskipun tidak berbahya bagi kesehatan.

Lensa 40mm ini memiliki karakter kontras mid-high, tonal warna yang sangat khas Leica pada dasawarsa 1970an, dan distorsi yang sangat minim.

Erwin Putts pada buku Leica Copendium menilai kemampuan lensa ini berada diantara Summicron 35mm v3 dan Summicron 35mm v4. Karen Nakamura menilai lensa ini "....extremely sharp 6 elements...."


Babak 2: Kobe, Jepang, 1981.

Sesudah Leitz memutuskan untuk menghentikan produksi Leica CL, Minolta tetap memegang lisensi bodi CL dan Summicron 40mm. Minolta lalu mengembangkan penerus dari Leica CL yaitu Minolta CLE. CLE diluncurkan  pada tahun 1981 dan menggebrak pasaran dengan fitur TTL metering. Tidak pernah ada rangefinder dengan TTL metering sebelumnya, dan Leitz sendiri butuh waktu 20 tahun untuk menjawab gebrakan Minolta CLE dengan Leica M7.




Lensa M-Rokkor 40mm f/2 yang dipasang pada CLE adalah pengembangan lanjutan dari versi 1, namun dengan tekonologi Multi Coating dan pengendalian flare yang lebih baik. Lensa ini seperti versi 1, juga dibuat dalam mounting Leica M.

Lensa ini merupakan salah satu lensa rangefinder terbaik baik dari aspek ketajaman, kontras, ukuran yang kecil, dan handling, bahkan bila dibandingkan dengan lensa modern seperti Voigtlander Nokton 40mm f/1.4. Beberapa komentar dari reviewer internasional umumnya menyimpulkan “very sharp and contrasty, if not the sharpest 40mm ever created…”

Selain lensa 40mm ini, Minolta juga membuat lensa lain seri M-Rokkor yaitu:

  • 28mm f/2.8
  • 90mm f/4. Lensa ini diproduksi oleh Leitz di Wetzlar dengan marking Minolta M-Rokkor. Design dan bahan sama persis dengan Elmar 90mm.
Perlu diperhatikan bahwa seri M-Rokkor tidak ada hubungannya dengan lensa Rokkor lainnya yang dirancang buat kamera SLR.



*Contoh foto bisa dilihat di: http://www.flickr.com/groups/summicron-c/
*Summicron, istilah Leitz untuk menandakan lensa kamera dengan aperture maksimal f/2.
*M-Rokkor, istilah Minolta untuk menandakan lensa Rokkor dengan mounting Leica M. Nama Rokkor diambil dari Gunung Rokko, yang berdekatan dengan pabrik Minolta di Kobe, Jepang.

Update:
15 Maret 2013